Karst Maros-Pangkep: Warisan Dunia, Warisan Kita
Sulawesi dengan keunikan alam dan budayanya ternyata belum mempunyai wakil dalam situs World Heritage yang dipublikasikan badan PBB, UNESCO. Empat nominasi dari pulau ini masih dalam status terdaftar, di antaranya adalah area pegunungan cadas (karst) Maros-Pangkep sebagai kapsul waktu bukti manusia pelopor di Sulawesi.
Area karst Maros-Pangkep dinominasikan ke status World Heritage (kategori alam) atas dasar pertimbangan bahwa wilayah tersebut bisa menjadi sampel yang mewakili perkembangan manusia, khususnya di Sulawesi. Di kawasan tersebut memang terdapat berbagai gua, yang menjadi tempat tinggal manusia pra sejarah. Beberapa yang terkenal di antaranya adalah gua Leang-Leang, Pettae dan Pettakere.
Seperti ditulis dalam artikel sejarah manusia Sulawesi, berdasar teori Peter Bellwood, penghuni awal Sulawesi yang diperkirakan berasal dari Taiwan (Austronesia), menetap di wilayah pegunungan ini setelah menyeberang dari Kalimantan. Mereka memilih kawasan pegunungan cadas ini karena kontur dan tekstur yang memungkinkan mereka mendiami gua sebagai perlindungan dari cuaca. Struktur geologis karst juga biasanya menyimpan cadangan air yang cukup banyak dari sungai-sungai bawah tanah.
Cadangan air yang dimiliki di dalam gua memungkinkan dikuasai oleh kelompok manusia yang mendiaminya, dibanding sumber air terbuka. Inilah yang membuat peninggalan pra-sejarah di dalam gua-gua karst Maros-Pangkep menarik minat para pemukim awal untuk menjadikannya sebagai tempat tinggal.
Di wilayah ini, banyak terdapat peninggalan masa pra-sejarah yang menggambarkan kehidupan manusia pada era tersebut, sekaligus petunjuk asal usul manusia dan kehidupannya di Sulawesi.
Beberapa artefak masih bisa ditemukan di gua-gua di seputar pegunungan ini. Bekas dapur prasejarah, termasuk dengan sampah-sampah sisa makanan berupa cangkang kerang menjadi fosil yang memberi panduan cara hidup manusia pada zaman tersebut. Di dalam gua, ditemukan juga lukisan-lukisan masa pra-sejarah sebagai ilustrasi mengenai nilai-nilai yang dianut para penghuni mula Sulawesi.
Selain peninggalan pra-sejarah, kawasan Maros-Pangkep juga menyimpan keragaman biodiversitas. Ragam spesies flora dan fauna bisa dijumpai, termasuk satwa-satwa endemik macam monyet hitam, kuskus, lingsang, rusa dan tentunya kupu-kupu yang menghuni taman nasional Bantimurung.
WAKIL SULAWESI
Potensi besar inilah yang membuat Indonesia menominasikan kawasan karst Maros-Pangkep ke dalam status World Heritage UNESCO. Kawasan tersebut memenuhi prasyarat yang ditulis Unesco dalam kriteria ix sebagai kawasan yang mengandung habitat alami dengan nilai-nilai unik dan penting bagi konservasi biodiversitas, termasuk spesies-spesies yang terancam di dalamnya dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan konservasi.
Indonesia saat ini memiliki 7 situs yang diakui sebagai World Heritage. Hutan hujan tropis di Sumatra, taman nasional Lorentz, Ujung Kulon dan Komodo menjadi perwakilan dari situs alam. Sementara Borobudur, Prambanan dan Sangiran menjadi perwakilan situs budaya.
Kementerian Budaya dan Pariwisata (hanya) mendaftarkan Maros dalam kategori situs alam, meski didalamnya terdapat warisan budaya. Bila Maros berhasil, maka itu akan menjadi situs World Heritage pertama dari pulau Sulawesi. Nominasi lain dari Sulawesi adalah komplek penguburan Waruga, taman nasional Taka Bonerate dan Toraja.
Untuk diakui statusnya, nominee harus dikaji ulang berdasar masukan-masukan yang muncul dari banyak pihak. Namun, tak ada salahnya bagi kita sebagai pemilik situs untuk mulai mengenali dan kemudian menjaganya sebagai warisan kita sendiri. (*/)
Foto: Olah image dari arsip IndonesiaAtVisit.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar