Selasa, 15 Maret 2011

Pendakian Everest 4


Penyerbuan Puncak Everest

Misirin berjalan maju pelan tanpa pertolongan. Asmujiono bergerak mantap, tapi seperti orang yang sedang bermeditasi. Juga Iwan berjalan pelan, dari dia bisa dilihat kemampuan koordinasinya berkurang, tapi mentalnya masih kuat.
Misirin menunjukkan dari semuanya yang paling mantap, karena itu kami memberikan dia kesempatan untuk orang yang pertama mencapai puncak. MTekad dari orang tiga ini tidak terpecahkan, kesempatan mencapai puncak, tidak mau mereka sia-siakan.
Terpikir diotak saya, biar satu orang saja yang muncak, yang lainnya turun. Ah...! nanti saja saya pikirkan, kalau kami sudah melalui Hillary Step. Dan tiba-tiba saya merasakan Asmujiono konsentrasinya mulai berkurang, dan saya katakan kepada Dr. Vinogradski untuk mengamati Asmujiono. Bashkirov dan Misirin jalan paling depan, setelah itu Iwan dan saya, Asmujiono dan Dr. Vinogradski terakhir dibelakang.

Punggungan gunung hari ini tampaknya lain dari biasanya, lebih terjal dengan salju yang tebal sekali. Iwan bisa maju dengan perlahan. Dan disatu tempat badannya oleng, disaat yang kritis berhasil selamat dengan tali pengaman. Ketika saya sedang memperlihatkan kepadanya bagaimana cara orang menggunakan Linggis Es (Eis Pickels) di punggung gunung secara benar, disini jelas sekali terlihat, saya berhadapan dengan orang yang pertama kali dalam hidupnya, yang melihat salju baru sejak 4 bulan yang lalu. Sebenarnya melalui jalur punggung gunung ini, dengan hanya menggunakan tali pengaman, sudah cukup, hal ini sudah saya perhitungkan sebelumnya, jadi tidak perlu menggunakan Linggis Es. Tapi sekarang saya harus mengajarkan menggunakan itu ke anak muda yang sabar dan bertekad bulat ini. Saya bertanya kembali kediri saya sendiri " Apa artinya semua ini, bagi orang Indonesia?". Sebagai seorang olahragawan, saya tidak akan mempertaruhkan nyawa, hanya sekedar untuk sampai ke puncak, tapi serdadu ini, yang prinsipnya lain dari yang lain, mempertaruhkan nyawa mereka untuk keberhasilan ekspedisi ini.

Setelah Iwan berjuang melalui punggungan gunung, dimana di situasi ini saya harus terus mengamati, kami mendaki terus perlahan dan saya sampai di kaki Hillary Step. Disini saya ketemu satu jenazah ( Jenazah Bruce Harrods, yang hilang pada th.1996, anggota Johannesburg Sunday Times Expedition Afrika Selatan). Dia tergeletak dengan tubuhnya di lilit tali disana, Besi cengkram sepatu es nya (Crampon) di keadaan posisi mau naik, dan mukanya sudah tidak dikenal lagi. Cuaca disini memang berat, saya mengenali dia hanya dari jaket biru bulu angsa yang dipakainya. Saya dan semua di tim kami sangat menyesal tidak bisa berbuat banyak dengan jenazah ini, karena keadaan yang tidak memungkinkan, respek kami besar dalam hal ini. Dan juga tugas pokok saya sebenarnya, menjaga lampu kehidupan orang Indonesia yang sudah mulai berkerlap-kerlip ini, dan juga situasi kami juga lain dari tidak berbahaya.
Saya sampai di ujung Hillary Step, selagi Iwan dan Asmujiono dibelakang saya melewati punggung gunung. Disitu saya berdiskusi dengan Bashkirov, dimana kami harus memutuskan apakah hanya Misirin sendiri yang terus mendaki sampai di puncak, dan yang lainnya turun. Apa dan Dawa sudah terus mendaki didepan menuju puncak., Asmujiono sedang berusaha melewati Hillary Step, Vinogradski nampak di belakang. Dia berusaha meyakinkan Iwan untuk turun, tapi dia tidak mau, bisa dilihat bagaimana Iwan berjuang pantang mundur terus mendaki keatas melalui Hillary Step. Tidak satupun dari orang Indonesia ini bersedia untuk menyerah.

Saya merasa khawatir dengan persediaan tenaga mereka, karena saya memikirkan mereka untuk turun nanti, karena nanti mereka juga memerlukan tenaga mereka sendiri. Walaupun hanya sampai ke puncak tinggal lebih dari 100m, demi keselamatan, saya bilang ke Iwan dan Asmujiono dan menasehatkan mereka untuk berbalik, dan turun. Mereka menolak mentah-mentah!!
Sebab itu kami semua terus saja naik menuju puncak. Saya menyusul kedepan sampai 30m dari puncak, disana saya menemui Apa dan Darwa dan membicarakan soal keadaan Iwan dan Asmujiono, yang sudah berjalan seperti Robot, tapi konsentrasi penuh kearah puncak. Saya ingin mereka turun, selagi mereka masih kuat dan sanggup. Mungkin sekali kami nanti menggunakan Camp yang di ketinggian 8500m. Saya ingin secepat mungkin turun dari puncak, karena sekarang sudah pukul 15:00 jadi sudah sangat kemalaman. Cuaca masih stabil, tapi sudah mulai kelihatan awan putih halus mengambang di sisi Selatan. Karena saya lihat pendaki Indonesia setiap satu langkah satu menit istirahat, pasti mereka masih memerlukan waktu setengah jam sampai puncak.
[foto, Asmujiono di Puncak Everest]
Ketika saya sampai di puncak yang disusul Misirin dan Bashkirov dengan jarak 30 m dibelakang saya, saya melihat Misirin jatuh diatas salju. Dan tiba-tiba muncul Asmujiono dan melewati Misirin yang masih tergeletak diatas salju. Dengan pandangan matanya yang selalu tertancap ke puncak Everest, dia berlari kecil seperti dibawah sadar dan gaya "Slow Motion" menuju tiang berkaki tiga yang penuh dengan bendera yang tanda sebagai puncak Everest itu, dan dia langsung memeluknya.
Dia menyingkirkan semua apa yang ada kepalanya, dan langsung memakai Baret Merah keatas kepalanya, dia terus mengambil bendera dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih di puncak Everest. Ketakjuban saya seperti ini, tidak pernah saya alami.
Karena tekad laki-laki ini, membuahkan kebanggaan untuk Bangsanya.

Cukup sekarang!, sekarang juga turun semua. Saya periksa kondisi saya. I feel good dan masih ada tenaga simpanan. Juga Bashkirov dan Vinogradski masih kuat dan "Brain" mereka masih berfungsi normal. Kami masih bisa berpikir untuk mengontrol ini semua, sedang orang Indonesia lebih banyak dari spontanitas dari kebiasaan yang mereka lakukan, yang dalam hal-hal yang tertentu bisa membahayakan mereka.
Saya membikin foto Asmujiono. Sekarang sudah jam 15:30 sudah sangat terlambat (kemalaman). Bashkirov sampai di puncak. Apa yang kembali lagi ke puncak, langsung saya perintahkan untuk membangun tenda di Camp 5. Kami tinggal di puncak tidak lebih dari 10 menit. Vinogradski hanya beberapa meter dari tiang tiga kaki, ketika saya memerintahkan semuanya untuk turun. Vinogradski balik dan pergi mencari Iwan, yang berada 80m dari puncak. Dan saya pergi ke Misirin yang berada 30m dari puncak, tergeletak diatas salju, dan saya berjongkok disamping dia, dan mengatakan ke dia, kami telah sampai di puncak. Saya keheranan, ketika tiba-tiba dia berdiri dan berjalan untuk turun. Seratus meter dibawah puncak diwaktu turun, kami bertemu dengan Vinogradski dan Iwan. Memang berat hati saya memerintahkan laki-laki ini yang tinggal beberapa meter dari puncak untuk segera turun, tapi saya tetap keras demi keselamatan diri mereka sendiri, karena setiap menit sangat berharga. Kalau kami tidak berhasil turun dibawah sinar matahari, rencana yang telah disusun akan berantakan.
Kami sampai di Puncak Selatan pada jam 17:00, setelah kami bersusah payah dengan mempergunakan tali-tali bekas dan tua menyelusuri jalan turun, yang telah di pasang Apa yang di putus-putus untuk melewati punggungan gunung. Saya turun yang paling akhir, Dawa sudah menunggu di Puncak Selatan. Ketika turun dari Puncak Selatan Misirin terjatuh ber-kali-kali tapi dia berdiri kembali dan terus turun. Iwan, yang memakai tabung zat asam dari Vinogradski, tiba-tiba terlepas dari tali penyelamatnya dan menyerosot kebawah. Kalau Vinogradski tidak memegang dia dan mengikatkannya kembali di tali pengaman, jurang yang beratus meter dalamnya menganga menanti dia. Asmujiono yang bergerak lincah turun sama-sama dengan Sherpa. Saya memimpin grup ini dan berjalan di depan dengan menyalakan lampu senter dikepala saya yang saya arahkan ke jalur jalan kami.
Jam 19:30 semua Kopassus dan saya sampai di Camp 5. Bashkirov dan Vinogradski sampai satu jam lebih lambat. Sekarang hanya Kopassus yang memakai tabung zat asam. Saya melepaskan besi cengkram sepatu mereka agar mereka bisa masuk dan tidak merusak kemah, kemah yang kelihatan seperti biwak, karena tiangnya kami pendekkan. Kami disini mempunyai peralatan masak dan dua tabung zat asam yang penuh. Camp darurat seperti ini tentu tidak begitu nyaman, tapi cukup untuk melindungi kami berenam dari suhu yang sangat dingin di luar. Untungnya sekarang angin tidak ada. Dimalam ini Everest kelihatannya sangat damai dengan kami. Saya mengizinkan Apa dan Dawa pergi turun. Besok saya mau berkomunikasi kebawah.
[foto, turun ke camp II]
Sekarang mulai apa yang Bashkirov bilang secara Diplomatis " Drama di Malam Hari",
Vinogradski sepanjang malam selalu memasak air, dan selama itu juga saya dan Bashkirov bergantian menggilir zat asam untuk orang indonesia yang sudah kelelahan ini, bergantian menggilir zat asam untuk mereka, karena kami harus menghemat zat asam untuk mereka, supaya cukup malam ini. Kalau seorang dari mereka agak kelamaan menunggu pembagiannya, maka mulailah dia menjerit-jerit dan berdoa-doa. Kami bertiga bekerja sekuat tenaga hampir tanpa mengeluarka sepatah katapun malam itu.
Mentari Pagi datang, tanpa angin, dengan warna yang berwarna-warni indah sekali. Ketika kami keluar dari kemah, tampaklah panorama dari Lhotse, Makalu dan Kanchenjunga dari arah timur dan selatan, sedangkan puncak Everest sedang mencair oleh silaunya matahari pagi. Sekarang kami tinggal turun dari pendakian, keberhasilan mencapai puncak, benar-benar berhasil kalau semua selamat sampai di Base Camp.
Kami masak air yang terakhir, dan semua mendapat bagian minum air panas. Mental dari Kopassus telah pulih kembali, mereka selamat dari bahaya kebekuan. Zat asam telah habis, tapi karena kami sangat bagus beraklimatisasi dan tadi malam mereka tidur memakai tabung zat asam, sekarang kelihatan hasilnya yang positip. Ketiga orang itu bergerak pelan, tapi pokoknya mereka bergerak. Saya rasa , Apa dan Sherpa lainnya yang berada di Sadel Selatan pasti akan menyongsong dan menyambut kami. Pagi ini dunia menunjukkan sinarnya yang indah sekali ketika kami mulai turun.
Keaadan sekarang semua stabil, saya ingin sekali menyelesaikan urusan pribadi saya yang masih tetap saja, menggantungi hati saya. Diketinggian 8400m saya melihat-lihat, kalau-kalau saya ketemu sama jenazah Scot Fischer, padahal kemarin saya sudah mencoba mencarinya dengan sia-sia. Sekarang saya melihat dia, saya tidak menemuinya kemarin, karena kemarin hari sudah gelap, padahal dia tergeletak kira-kira hanya 30m dari kami. Saya harap "Misi" saya untuk Jeanie (Istri Scot) terpenuhi. Bendera yang penuh tulisan dari istri Scot dan teman-temannya, saya letakkan disana. Walaupun sebenarnya saya ingin membalutnya dengan bendera itu, tapi karena waktu yang mendesak dan juga tanggung jawab saya dengan ekspedisi yang sekarang, maka saya melakukan janji saya yang terpenting dan sangat menyedihkan ini, dengan dibantu oleh Vinogradski menguburkan Scot, yang hampir seluruh tubuhnya sudah tertutup salju. Kami menimbun Scot dengan salju dan batu-batu, dan diatasnya saya tandai dengan gagang linggis yang kami temui disekamir itu. Vinogradski dan saya sampai di Sadel Selatan tengah hari .
Misirin, Iwan dan Asmujiono ada di balkon (batu besar datar) sedang menghirup tabung zat asamnya. Disini di Sadel Selatan mereka bisa bernafas lega. Meraka Berhasil. Kami minum teh, dan menyiapkan diri untuk tidur.
Besok paginya, saya pergi meliwati Sadel menuju ke ujung tidak jauh dari tepi Kangshung, dimana tahun lalu Tragedi dimalam yang kejam saya meninggalkan Yasuko Namba disana. Saya menemui dia, sebagian tertutup salju dan es. Ranselnya sudah tidak ada, isinya berserakan disana. Saya mengambil beberapa barangnya, yang nanti akan saya serahkan untuk keluarganya. Dan setelah itu saya kubur tubuhnya yang mungil dengan batu-batuan, dan saya tandai dengan dua linggis yang saya temui disana. Disamping kesedihan yang dalam atas kehilangan teman yang menimpa diri saya, hanya itulah yang bisa sedikit saya kerjakan tanda hormat saya kepada keluarga Yasuko dan Scot. Secara kebetulan terpikir di benak saya, diwaktu Iwan, Misirin dan Asmujiono yang siap bersedia melihat maut didepan mata mereka. Juga terpikir oleh saya, famili yang kehilangan seseorang disini, bagaimana sakit dan sedihnya mereka.Tapi saya tahu, keberhasilan mencapai puncak ini, akan terus seperti umpan orang yang tidak ada pengalaman untuk mendaki gunung ini.
Misirin, Iwan, Asmujiono, Apa, Dawa, Bashkirov, Vinogradski dan saya turun gunung dan bergembira dengan keberhasilan kami. Banyak hal yang kecil atas keberhasilan kami, terutama nasib baik ada di pihak kami. Expedisi Indonesia telah selesai, tanpa meninggalkan kesedihan di hati saya.  
 Tim Indonesia Everest 1997 Jalur Selatan
Selamat buat Tim Pendakian Everest Indonesia 1997.
foto-foto: Tim Pendakian Indonesia Everest 1997 (Kopassus). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar