Minggu, 06 Maret 2011

Pendakian Solo Lompobattang-Bawakaraeng


Entah setan apa yang melintas di pikiranku hingga memutuskan untuk melakukan pendakian lintas lompobattang-bawakaraeng. Bagi para pendaki pada umumnya, hal ini merupakan kegiatan yg biasa2 saja, tetapi bagiku ini adalah kegiatan yang sangat luar biasa mengingat kali ini akan mendaki sendirian dan terlebih lagi jam terbang ku untuk pegunungan di daerah Makassar masih sangat kurang. Sepakat dengan apa yang dikatakan oleh para psikolog jika terkadang tekanan batin memberikan kita sebuah kekuatan tersendiri didalam melakukan sesuatu diluar dari kebiasaan. Misalnya saja seorang yang tak mampu berlari kemudian dapat berlari dengan kencang ketika dikejar – kejar oleh anjing.
Dan dari tekanan batin itulah sehingga mebulatkan tekad untuk melakukan pendakian yang kata teman – teman sepergaulan adalah perbuatan gila atau mengantarkan diri menuju gerbang kematian. Namun tekad telah bulat, tak ada satupun yang mampu mencegahnya. Karena jujur saja, hal ini terjadi juga disebabkan karena factor kekecewaan terhadap salah satu organisasi pecinta alam yang kuikuti dan karena lain hal maka harus keluar dari organisasi tersebut. Dan kekecewaan itu tidak hanya dari situ saja tetapi banyak hal yang terlihat di depan mata ternyata tidak sebaik yang diharapkan, mulai dari sebuah organisasi (yang menurutku adalah klise dari idealisme yang benar2 absurd) orang – orang sok suci yang nyatanya lebih buruk dari yang pernah terpikirkan, pertemenan buta hingga tuduhan orang – orang yang sok tahu akan kehidupan pribadiku ( orang – orang yang hanya mampu mencari kejelekan orang lain dan berusaha memperolok2x di depan umum). Semua sebenarnya berasal dari kekecewaan.

Persiapan telah matang dengan peralatan mendaki sesuai standar yang digunakan dan rencana pendakian selama 5 hari. Hanya satu hal yang tak kulakukan kali ini adalah tidak memberitahu orang tua akan pendakian ini, sebab pasti mereka tidak akan memberikan izin. Perjalanan pun dimulai dengan menggunakan angkot menuju lemba Bu’ne yang terletak di kaki gunung Lompobattang yang merupakan first point pendakian sekaligus basecamp. Dan semua hal yang terjadi selama pendakian telah tercatat di buku saku sebagai kenang – kenangan atau setidaknya sebagai trip report lah (lazimnya dilakukan oleh para petualang seperti Columbus, Vasco Da Gamma, Chris John Mccandels, Soe Hok Gie dll; untuk melukiskan kejadian yang mereka alami walapun dengan sadar bahwa diriku tak pantas untuk disejajarkan dengan mereka).Perjalanan ini kunamakan IN TO THE WILD yang terinspirasi dari Mcccandles. Inilah catatan yang sempat kubuat dan ditulis setiap malam saat istirahat sebelum tidur.

HARI 1
Perjalanan dari Makassar menuju lembah Bu’ne dengan menggunakan angkot sangat melelahkan. Jalanan yang kurang bagus dengan lubang disana sini seakan memaksa perut untuk bergoyang mengeluarkan isinya , maklum diriku adalah penderita mabok perjalanan. Setelah 3 jam perjalanan yang melelahkan tersebut akhirnya sampailah di lembah bu’ne ini untuk istirahat sejenak melemaskan otot – otot badan dan menjernihkan otak sebelum memulai perjalanan. Ketika badan telah kembali segar, adventure begin dan tak lupa membaca bismillah sebagai upaya penyerahan diri terhadap sang Ilahi Rabbi karena bagaimanapun juga alam beserta isinya adalah ciptaannya. Pemandangan sangat indah dengan gunung yang menjulang gagah menerobos angkasa, udara segar dengan tanaman hijau menemani perjalanan melewati perkebunan rakyat dan tanpa terasa berjalan aku telah mencapai pos 3. Berhubung juga hari telah sore dan kebetulan ada sumber air di sekitar sini. TAk berani aku melanjutkan perjalanan karena belum mengetahui bagaimana keadaan di Pos selanjutnya, akhirnya camp disini tuk malam ini. Merasakan perut mulai keroncongan, segera mencari kayu baker dan mulai menyalakan api untuk memasak. Malam ini menunya adalah nasi + indomie + udang ebi. Lezat sekali. Memang benar jika dikatakan bahwa makanan akan terasa sangat nikmat apabila kita benar2 lapar.

Hari 2
Udara dingin dan matahari pagi menyambut. Daun – daun yang basah oleh embun dan kicauan burung bagaikan symphoni alam yang mengalun megah. Sebuah perasaan yang amat kontras bila dibandingkan dengan kehidupan kota yang sumpek dan padat serta dipenuhi oleh asap – asap polusi. Setelah berolah raga sedikit, sarapan berupa sereal oatmeal dan packing, perjalanan kembali dimulai. Ada masalah…. Jalur tak terlihat. Mencari2 kemngkinan adanya jalur tak memberikan hasil, jalur tetap tak terlihat. Nekat, akhirnya hanya dengan menggunakan feeling dan kompas serta parang tebas, Buka jalur. Dan alhamdulillah setelah berjalan sekitar 30 menit, jalur telah terlihat kembali. Dan mulai mengikuti jalur tersebut hingga di pos 9 dan puncak lompobattang telah di depan mata. Dari sini kita bisa melihat keindahan kota makassar di malam hari dengan lampu yang bertebaran bagai kunang – kunang di kegelapan malam. Indah..

Hari 3
Puncak Lompobattang… Aaahhh kereeeennn… pemadangan yang sangat luar biasa.. hamparan edelweiss bagaikan permadani alam…lembah nan eksotik…. Terlihat samudera awan bagaikan laut lepas.. Pokoknya tak mampu tuk diungkapkan dengan kata – kata. Disini juga terdapat makam yang dipercaya oleh penduduk Gowa sebagai makam Syech Yusuf dengan panjang ±3,5 M. Cukup panjang untuk ukuran normal. Kuhirup dalam – dalam oksigen dan merasakan betapa segarnya udara yang dipersiapkan tuhan untuk seluruh ummat manusia. Sayang hal ini hanya dinikmati seorang diri tanpa ada yang menemani.. Hampa… Happiness only real when shared…kebahagiaan itu nyata bila saling berbagi (hris john mccandels - Alexander supertramp.. in to the wild)

Hari 4
Aneh… perasaan malam ini hanya seorang diri. Tetapi mengapa suara di luar tenda sangat ramai penuh hiruk pikuk… Ini bukan mimpi, nyata. Jelas sekali terdengar suara langkah kaki, orang bercakap – cakap, suara tawa, teriakan hingga tangis anak kecil. Coba melihat keluar, ternyata gelap. Tak ada siapa – siapa. Dan suara menghilang.Kemanakah larinya????? Ketika masuk lagi ke dalam tenda…suara tersebut kembali terdengar. Apakah ini…. Ah tidak mungkin… Secepat kilat otak kulangsung bekerja dan mengingat perkataan seorang teman yang mengatakan bahwa gunung lompobattang memiliki kekuatan mistis di luar akal sehat. Salah satunya mengenai PASAR ANJAYA atau PASAR SETAN…. Mungkinkah tempat ini yang dimaksudkan???? Ya Allah selamatkanlah hamba mu ini dari gangguan makhluk halus. Doa, zikir dan ayat kursi terus mengalun dari bibirku berusaha melawan rasa takut yang mencengkram. Sebuah malam yang panjang. Mata tak bias terpejam hingga suara – suara tersebut menghilang sendirinya dan tanpa terasa hari telah pagi.

Hari 5
Seusai sarapan dan packing segera ku cabut dari tempat ini walaupun mata sebenarnya belum terpejam semenjak tadi malam. Cukup sudah… tak perlu kejadian malam tadi terulang tuk kedua kalinya. Perjalanan menuju lembah charisma. Ketika di tengah perjalanan, sempat bertemu dengan rombongan “umroh” yang berjumlah 5 orang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Memang dipercaya oleh kaum tertentu bahwa daerah lompobattang – bawakaraeng adalah setara dengan mekkah – medinah. Jadi tak heran jika pada bulan tertentu banyak yag berhaji di bawakaraeng. Masalah kembali ada. Pertigaan. Mau lewat mana?? Kiri atau kanan??? Cukup lama berfikir akhirnya diputuskan memilih jalur kiri. Lama berjalan, baru disadari tenyata jalur ini kembali menuju pncak. Putar arah..kembali menuju pertigaan tadi dan mengikuti jalur kanan menuju lembah charisma.

Hari 6
Puncak bawakaraeng…. View yang tak jauh beda dengan yan di lompobattang. Tapi kali ini tak ada hamparan edelweiss..mungkin sudah punah akibat tangan jahil manusia.
Pos 8.. hujan turun deras…angin bertiup kencang.. menggigil kedinginan, seorang diri tanpa teman. Dingin…. Berusaha betahan hidup agar tak hypothermia dengan membuat air panas dan makan. Tetap saja dingin masih menusuk tulang bahkan 3 jaket + SB tak mampu menahannya. Hujan semakin deras dan aq masih terjebak di dalam tenda…. Persediaan makanan tela menipis. Semoga hujan ini cepat berlalu. Sekali lagi hanya terus berdoa…. Tuhan ampunilah hambamu.

Hari 7
Alhamdulillah telah sampai di desa Lembanna. Selamat dan sehat walafiat. Menumpang di keluarga a’ba yang sangat ramah. Sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan seumur hidup. Dimana kejadian mistis yang pertama kali dirasakan. Malam penuh doa tuk bertahan hidup, pemandangan yang sangat indah serta keagungan tuhan yang tiada tara. Semua yang terjadi adalah sebuah wisata rohani dan pembelanjaran bahwa kesombongan manusia itu tak ada artinya dibandingkan dengan kebesaranNYA. Kita hanya semut kecil di tengah lautan yang luas. Seorang khalifah di muka bumi yang bertugas menjaga keseimbangan alam beserta isinya untuk dimanfaatkan dengan benar agar berguna bagi seluruh penghuninya.

2 komentar:

  1. salut bangat sebuah keputusan yang orang lain menganggapnya sebagai sebuah kegialaan tapi bagi kita iadalah idialisme. pembuktian bahwa kita lebih bisa "alon adventur",salam kenal dari republic uluway Darinegri Para biasa,jauh dibelantara rimba negri dongeng(latimojong)

    BalasHapus